BINCANG KEBIJAKAN: SEKOLAH SWASTA MURAH DAN PERLUASAN AKSES PENDIDIKAN



Tingginya angka putus sekolah mengindikasikan bahwa pekerjaan rumah sektor pendidikan, terutama pendidikan dasar, masih sangat banyak. Kasus putus sekolah kerapkali tidak terekam dalam indikator utama yang digunakan oleh Pemerintah seperti Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), dan Angka Partisipasi Sekolah (APS).

Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2015/2016, terdapat 1,014 juta anak putus sekolah ditingkat Sekolah Dasar yang tidak meneruskan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara itu, lebih dari 90 ribu anak putus sekolah ditingkat SMP yang tidak meneruskan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Data mutakhir ini relevan dengan peta tenaga kerja Indonesia yang menunjukkan 40 persen berpendidikan setara SD.

Bila kondisi ini terus terjadi, bonus demografi yang kita harapkan bisa mendorong produktivitas nasional ke level tertingginya, justru tidak terjadi bahkan menjadi bencana demografi.

Ditengah risiko anak putus sekolah, muncul juga fenomena sekolah swasta murah (low cost private school). Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) telah mengadakan riset Sekolah Swasta Murah di Indonesia dimana mereka menemukan 64 sekolah swasta murah di enam provinsi wilayah RI. Keberadaan sekolah swasta murah adalah bentuk nyata dari kebebasan untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai amanat konstitusi bagi kehadiran negara di sektor pendidikan.

Bertempat di Auditorium Nurcholish Madjid, Paramadina 25/10-2016 diselenggarakan Bincang kebijakan (policy talk) bertema: "Sekolah Swasta Murah dan Perluasan Akses Pendidikan". Hadir sebagai pembicara: Dr. Fatchiah kertamuda (Universitas Paramadina), Rofi uddarojat (CIPS), Eka Simanjuntak KMSTP (Koalisi Masyarakat Sipil Transformasi Pendidikan) dengan moderator Muhamad Ikhsan.

Terkait akses pendidikan Rofi menyoroti menyoroti mekanisme beasiswa "Bantuan dana pendidikan sebaiknya langsung ke siswa/orangtua siswa bukan ke institusinya" ujarnya. Sementara menurut Fatchiah "Selain pendidikan formal alternatifnya adalah membuat wokrshop yang tepat bagi mereka yang tidak memiliki akses pendidikan tingkat lanjut." Eka Simanjuntak mengkritik banyaknya sekolah favorit, tapi miskin peran. "Seleksi masuk dengan input yang sudah bagus, IQ tinggi, ya pasti lulusannya bagus. Terus apa peran sekolah?" menurutnya kebanyakan sekolah hanya bagus bangunan fisiknya.
Diskusi  ini dihadiri berbagai kalangan dan ditutup dengan penyerahan cinderamata. Acara ini terselenggara atas kerjasama FNF Indonesia for Freedom, portal www.suarakebebasan.org., Center for Indonesian Policy Studies dan Universitas Paramadina.

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: [email protected]
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�