Putus Sekolah & Hak Anak

Oleh: Fatchiah E. Kertamuda*)

Pendidikan menjadi hak anak yang patut menjadi perhatian pemerintah. Tidak semua anak usia sekolah di negeri ini dapat mengenyam pendidikan yang sepatutnya dan menjadi haknya. Data Kemendikbud menunjukkan pada 2015/2016 lebih dari 1 juta anak usia sekolah dasar (SD) yang putus sekolah.

Artinya mereka tidak memiliki kesempatan untuk terus melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, yaitu sekolah menengah pertama (SMP). Ini menunjukkan bahwa ada hal yang perlu menjadi kajian baik dari pemerintah maupun pemangku jabatan di seluruh negeri ini. Anakanak merupakan aset bangsa yang perlu dijaga dengan baik jika ingin negeri ini maju dan sejajar dengan negara-negara adi kuasa. Bagaimana mungkin hak anak untuk memperoleh pendidikan tidak dapat dirasakan oleh mereka?

Apa yang akan terjadi jika situasi ini terus menerus hingga dapat mengikis kemampuan yang dimiliki anak dalam menjalani tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)? Akibat apabila anak-anak kita putus sekolah? Apa yang menyebabkan kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan kesempatan belajar pada anak-anak kita?

Ataukah karena tingkat ekonomi yang rendah atau juga karena tingkat pendidikan orang tua yang rendah? Ataukah anaknya yang tidak memiliki motivasi untuk melanjutkan sekolah karena sarana prasarana, transportasi, pergaulan, lingkungan belajar? Semua pertanyaan itu sesungguhnya perlu menjadi perhatian dari berbagai pihak, yakni orang tua, masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan pemangku-pemangku jabatan yang peduli dengan pendidikan.

Jika dicermati, faktor yang menjadi penyebab anak putus sekolah menurut Rumberger dari University of California (2001) dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perspektif individu dan perspektif institusi. Pertama, berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan bahwa penyebab dari perspektif individu di antaranya fokus pada atribut anak, yaitu nilai, sikap dan peri laku, serta bagaimana ketiga hal tersebut memberikan kontribusi pada anak untuk berhenti sekolah.

Kedua, perspektif institusi. Nilai, sikap dan perilaku anak dibentuk oleh lingkungan dimana mereka tinggal. Berbagai setting lingkungan anak yang memberikan pengaruh adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semua hal tersebut membentuk peri laku anak. Keluarga menjadi tempat pertama anak belajar sehingga keluarga memberikan pengaruh kuat dalam menentukan kesuksesan anak di sekolah.

Hak anak untuk memperoleh pendidikan menjadi faktor penting untuk kemajuan bangsa ini ke depan. Untuk itu pihak-pihak terkait harus mencoba untuk dapat menemukan cara agar hak anak tersebut dapat merata kesemua pelosok negeri ini. Sekolah harus dijadikan tempat yang dapat membantu mengembangkan potensi anak-anak. Sekolah harus dapat menjangkau tempattempat anak yang orang tua atau keluarganya memiliki keterbatasan dana untuk pendidikan. Hal ini penting agar tingkat putus sekolah dapat diatasi dan anak-anak menikmati pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi sebagai bekal mereka pada masa mendatang.

DAMPAK PUTUS SEKOLAH

Putus sekolah pada anak memberikan dampak mulai dari diri anak sendiri, keluarga, masyarakat hingga pemerintah. Terdapat paling tidak lima dampak bagi anak yang putus sekolah. Pertama, kurang bahkan tidak berkembangnya wawasan keilmuan anak. Pentingnya ilmu bagi anak menjadi syarat utama baginya dalam menjalani kehidupan mendatang. Apabila putus sekolah, maka kesempatan untuk mengembangkan dirinya tidak dapat optimal.

Kedua, keterbatasan anak untuk dapat memperoleh pekerjaan pada masa mendatang (akan menjadi permasalahan bagi pemerintah). Akibat dari tidak memiliki wawasan keilmuan, keterampilan, kemampuan, anak akan terkendala untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Oleh karena itu, dalam menghadapi dunia kerja yang berkembang saat ini, mereka menuntut tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan institusi terkait.

Ketiga, dampaknya adalah pengaruh pada tingkat ekonomi yang dapat menyebabkan kemiskinan. Apabila kemiskinan meningkat, tentunya akan berpengaruh pada kehidupan satu generasi ke generasi selanjutnya. Kesempatan pendidikan yang tidak dapat dirasakan oleh anak yang putus sekolah berpengaruh pada sector ekonomi baik dalam keluarga maupun di pemerintahan. Hal ini akan menjadi permasalahan dan tanggung jawab pemerintah untuk dapat mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Oleh karena itu, untuk mencegah anak yang putus sekolah peran pemerintah menjadi sangat penting.

Keempat, kehidupan sosial anak yang tidak terarah. Putus sekolah akan mempengatuhi kehidupan social seperti pergaulan, pertemanan, aktivitas kesehariannya. Anak-anak yang putus sekolah karena membantu perekonomian orang tuanya akan lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja. Meskipun kita tahu bahwa usia anak sekolah belum sepantasnya untuk melakukan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Akan tetapi, karena desakan kehidupan keluarga yang serba kekurangan menjadikan anak melakukannya. Adapun bagi anak yang putus sekolah karena faktor persepktif individu, mereka kurang memiliki motivasi dan keinginan untuk mendapatkan pendidikan, maka akan berbeda pula dampak yang terjadi. Hal ini dapat men jadi kan mereka terbenam dalam pergaulan yang tidak baik, seperti kenakalan remaja, peng guna an obat-obatan, kehidupan seks bebas.

Terkait dengan dampak yang tidak diharapkan itu, maka perlunya perhatian pemerintah untuk dapat mengatasi permasalahan yang ada. Sesungguhnya, pemerintah tidak berdiam diri untuk dapat menyelesaikan masalah putus sekolah dan hak anak agar dapat menerima pendidikan. Namun, memang dibutuhkan kerja sama dan kemitraan dengan berbagai pihak untuk dapat menanggulanginya.

Sejumlah pihak terkait dari segala lini, seperti pemerintah, pemangku kebijakan, masyarakat, institusi pendidikan, perusahaan, tokoh pendidikan dan agama, serta orang tua perlu untuk secara berkesinambungan memperhatikan hal ini bersama-sama. Ini adalah pekerjaan rumah kita semua. Pendidikan bagi anak jika benar-benar dapat diberikan sesuai dengan aturan yang semestinya dan anak memperoleh apa yang menjadi haknya, maka putus sekolah dan dampaknya dapat diminimalisasi.

Pentingnya semua pihak untuk memperhatikan dan mementingkan persiapan generasi yang akan memimpin negeri ini pada masa yang akan dating. Negeri ini sangat luas dan sangat bervariasi, baik sisi demografis, suku maupun agama dan budaya. Dengan demikian, sangat diperlukan kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi dalam mewujudkan janji kemerdekaan untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.

*)FATCHIAH E. KERTAMUDA, Dosen Psikologi Universitas Paramadina Jakarta

sumber:

http://koran.bisnis.com/read/20161113/461/601905/putus-sekolah-hak-anak

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: info@paramadina.ac.id
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�