Sukacita Buka Puasa

Oleh: Zainul Maarif

 

Buka puasa adalah momen yang disukai oleh banyak pihak, baik anak-anak maupun orang dewasa, baik orang muda maupun orang tua, baik orang religius maupun orang nonreligius, baik orang sosialis maupun orang kapitalis. Anak kecil suka pada buka puasa. Bagi mereka, buka puasa adalah saat memuaskan nafsu makan. Minimal sejak bakda asar, anak-anak sudah meminta uang jajan dan mengumpulkan makanan sebanyak mungkin. Perkara setelah buka nanti makanan itu dimakan semua atau tidak, itu urusan belakangan, karena yang penting akumulasi jajanan. Setelah beduk bertalu, mulut tak berhenti mengunyah, hingga perut menolak tambahan muatan, meski kadang hal-ihwal yang dikumpulkannya masih bersisa banyak. Walau begitu, besok dia mengulanginya lagi, dan setelah dewasa, dia akan tersenyum mengingatnya.

Para remaja dan orang dewasa senang juga pada buka puasa, terutama buka puasa bersama. Mereka dapat berjumpa dengan handai taulan, bercengkrama, bercanda, mendapat pasangan, atau mendapat sumber penghasilan. Apakah yang berkumpul dalam buka puasa bersama itu, puasa semua atau tidak, bukanlah hal yang dianggap penting, karena yang lebih diutamakan di momen itu adalah kumpul-kumpul dan makan-makan.

Ada orang yang berpegangan pada hadis Nabi “Man fathara shâiman kâna lahû mitslu ajrihî, ghairu annahu lâ yanqushu min ajri ash-shâimi syai’un (Barang siapa memberi makanan untuk orang berbuka puasa, maka pemberi itu akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang puasa, tanpa mengurangi pahala orang puasa itu," (HR At-Tirmidzi)

Momen berbuka puasa adalah momen gembira baginya, terutama ketika ada orang yang membatalkan puasa dengan memakan makanan darinya. Maka dari itu, sebelum azan magrib, dia bersemangat menyiapkan makanan. Bahkan bila perlu, dia membagikannya tidak hanya di tempat ibadah, tetapi juga di jalan raya.

Apakah saat buka puasa hanya menyenangkan orang yang religius? Ternyata tidak. Orang sosialis, yang tidak religius sekalipun, senang melihat umat Islam berbagi makanan saat berbuka puasa setelah sama-sama menahan lapar dan dahaga sambil menapaktilasi orang-orang miskin dan duafa. Tindakan berbagi dan berempati itu merupakan tindakan sosialis, sehingga orang-orang sosialis cukup beralasan bila menganggap puasa dan buka puasa bersama merupakan budaya sosialis umat Islam.

Di pihak lain, orang kapitalis, yang tak beragama bahkan tak ber-Tuhan sekalipun, bisa turut bergembira dalam suasana buka puasa. Daya beli umat Islam pada makanan dan minuman sedang sangat tinggi di kala pembatalan puasa. Kapitalis kecil bisa mengambil untung dengan menjual takjil (makanan ringan untuk buka puasa) di pinggir jalan. Kapitalis besar bisa memperbesar omzet melalui promosi berbuka puasa di restoran yang dimilikinya. Dari situ, tampak betul betapa buka puasa menjadi ajang sukacita berbagai kalangan.

Hanya saja, sukacita itu seharusnya tetap terkendali. Terutama bagi yang berpuasa, buka puasa seharusnya bukan momen merdeka seratus persen dari segala yang ditahan di kala puasa. Jika ketika puasa, kita menahan lapar, dahaga dan syahwat, maka setelah berbuka puasa, kita tidak sepatutnya memenuhi hal-hal telah kita tahan itu sepuas-puasnya.

Sebagaimana telah diutarakan di tulisan sebelum ini yang berjudul Puasa Lahir dan Batin, puasa seharusnya tidak hanya berurusan dengan perkara lahiriah seperti mengendalikan perut dan bawah perut, tetapi juga berkaitan dengan persoalan batiniah. Salah satu hal batiniah yang perlu dipenuhi supaya puasa kita tidak sekadar menahan lapar dan haus tanpa pahala adalah tidak banyak makan ketika buka puasa dan malam hari saat tak puasa. Sebab, puasa adalah latihan untuk selamanya dapat mengendalikan diri dan mendekat pada Ilahi. Jika saat berbuka puasa dan malam harinya kita lepas kontrol, apakah latihan kita di siang hari pantas disebut berhasil?

Penulis adalah dosen falsafah dan agama Universitas Paramadina Jakarta dan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta.

sumber:

http://www.beritasatu.com/ramadan/435721-sukacita-buka-puasa.html

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: info@paramadina.ac.id
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�