Kuliah Tamu: Militer Pensiun Dini karena Politik, Efriza "Ini Contoh Kurang Baik"

Print

Universitas Paramadina, Prodi Hubungan Internasional - Mendiskusikan di lingkungan kampus mengenai peran militer utamanya di Indonesia. Berdasarkan analisa proses kelahirannya secara teoritis dan mengikuti perkembangan sejarahnya, militer di Indonesia tidak hanya melaksanakan fungsi pertahanan dan keamanan semata tetapi juga melaksanakan fungsi-fungsi sosial-politik.

Hal ini dipaparkan Efriza, S.IP, M.Si, saat kuliah tamu yang digelar Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Paramadina. Yang bertajuk “Peran Militer dalam Politik di Indonesia, Kamis (02/11), di Jakarta.
 
Militer di Indonesia berdasarkan proses kelahirannya dalam situasi perjuangan fisik melawan penjajahan, sehingga militer yang lahir melalui proses pejuangan akan melahirkan militer yang peka terhadap lingkungannya. Berbeda, dengan militer yang lahir melalui proses pendidikan, militer ini memiliki sifat-sifat yang taat kepada profesinya dan kadang-kala mengabaikan lingkungannya.
 
Di samping itu, Efriza, yang juga merupakan dosen Ilmu Politik di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN), menerangkan bahwa militer di Indonesia bukanlah suatu organisasi militer semata-mata sebab TNI disamping merupakan kekuatan militer pada dasarnya adalah suatu organisasi perjuangan pada saat itu.
 
Pemahaman tersebut menunjukkan realitas sejarahnya telah membuktikan akhirnya militer di Indonesia kerap memperlihatkan kecenderungan untuk turut terlibat ke ranah politik lebih besar, lanjut Efriza, yang juga penulis buku Handbook Sistem Politik Indonesia. 
 
Sekarang ini, perkembangan peranan militer dalam politik di Indonesia (atau Tentara Nasional Indonesia) selalu menjadi pembicaraan hangat kembali seiring menjelang pemilihan umum tahun 2019 nanti. 
Meski telah mengalami perubahan setelah runtuhnya pemerintahan Orde Baru, melalui reformasi TNI, namun posisi militer dengan diperbolehkannya Purnawirawan TNI berpolitik ada yang menganggap hanya merupakan politik berkelanjutan bukannya back to barrack, tetapi ada pula yang menganggap, termasuk Efriza, bahwa militer aktif dan Purnawirawan TNI sudah tidak ada saling keterkaitan ketika ia telah menjadi purnawirawan bahkan purnawirawan memang sudah merupakan identitas sipil, atau militer aktif telah back to barrack.
 
Maksudnya, telah terjadi dua posisi tegas, bahwa jika militer ingin berpolitik maka dia telah menyelesaikan masa tugas dinasnya, dan merupakan purnawirawan TNI, bukan militer aktif, tegas Efriza.
 
Tetapi perkembangan sekarang ini, bisa terjadi melihat fakta kasus di Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 lalu, bahwa sosok pemimpin muda harapan dari kalangan militer yakni AHY, harus terburu-buru pensiun dini dari dinas kemiliteran padahal karirnya di bidang militer masih cukup panjang dan lumayan baik. Meski itu pilihan siapa pun, tetapi jika dikaji berdasarkan akademis, ini bisa menjadi contoh “kurang baik,” militer aktif dapat terpancing untuk ikut-ikutan terjun ke politik praktis. 
 
Padahal, andai saja, AHY masih bisa ke depannya sebagai sosok muda terbaik di internal TNI, menurut Efriza, sangat disayangkan, semestinya bahwa keinginan berpolitik sudah dibuka melalui jalur ketika telah menjadi purnawirawan TNI, ini dasar asumsi awal ketika reformasi digelorakan di lingkungan internal TNI.
 
Berpolitik terlalu dini, bisa saja meliputi para militer aktif, apalagi jika terpancing akan beragam hembusan angin politik mengenai kepopularitasan diri, tawaran menarik dari partai politik, dan sebagainya. Ini mungkin, sekali lagi mungkin, juga sedang menjadi perbincangan hangat bahwa Panglima TNI Gatot Nurmantyo, masih aktif, tetapi sudah memikirkan dirinya untuk mempersiapkan langkah ketika pensiun nanti menuju politik praktis, lanjut Efriza, meski masih praduga, sekali lagi masih praduga.
 
Melihat fakta sejarah dan politik kekinian, bisa dikatakan, memang politik di Indonesia tak bisa dilepaskan dari keterlibatan militer, sebab melihat realitas proses kelahiran militer di Indonesia, yang memang kala itu laskar-laskar perjuangan berafiliasi dengan partai politik dan merupakan fakta sejarah bagian dari unsur terbentuknya TNI di masa revolusi kemerdekaan, disamping realitas lainnya bahwa betapa masih menariknya sosok militer bagi partai-partai politik untuk diajak berpolitik praktis yang terlalu dini.

 

Joomla SEF URLs by Artio