Intensifkan Kembali Aplikasi 'Lapor!'

 

PEMERINTAH saat ini tengah gencar menggunakan tek­­no­logi informasi dan ko­munikasi atau ICT. Namun, di­sayangkan pada saat yang sama aplikasi Layanan Pengaduan Online Rakyat atau Lapor! yang sempat populer pada kurun 2013-2014 kini terabaikan. Pada masa pemerintahan sebe­lumnya, Lapor! satu-satunya aplikasi online  pemerintah tem­pat masyarakat mengadukan payahnya pelayanan publik sekaligus memantau tindak lan­jutnya.

Namun, faktanya ap­likasi ini kini justru mati suri. Hari ini, jika kita masuk ke la­man lapor.go.id, begitu banyak la­poran yang masuk, namun tin­dak lanjut sangat sedikit. Ji­kapun ada, sebatas me­nerus­kannya ke instansi terkait tanpa ada kejelasan sampai di mana proses pengaduan tersebut. Bank Dunia, dalam World De­ve­lopment Report  2016, bahkan menyebutkan bahwa 90% adu­an di Lapor! tidak tertangani.

Kondisi ini berbeda pada kurun 2013-2014. Lapor! hadir sejak 2012 atas inisiatif Pre­si­den Susilo Bambang Yu­dho­yo­no (SBY) untuk menjamin ke­ter­bukaan informasi, akun­ta­bi­litas pemerintah, dan pe­la­yan­an publik yang lebih baik. Saat itu Lapor!dikawal langsung oleh wakil presiden dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pem­ba­ngun­an (UKP4). Masih menurut la­poran Bank Dunia, Lapor! se­ti­daknya menerima sekitar 800 aduan setiap hari. Saat itu ap­li­kasi ini bahkan masuk nominasi Bright Spots Award pada Open Government Partnership Sum­mit 2013 di London, Inggris.

Pemerintahan boleh ber­ganti, namun inisiatif yang baik seharusnya tetap bisa dilan­jut­kan. Karena aplikasi ini tidak me­miliki regulasi yang me­ma­yungi dan UKP4 pun bukan lem­baga yang dibentuk atas ama­nat undang-undang, saat pemerintahan berganti, UKP4 di­bubarkan. Lapor!  menjadi sis­tem pengelolaan pengaduan pe­la­yanan publik nasional (SP4N) yang pengelolaannya berada di bawah Kementerian Pen­da­ya­gunaan Aparatur Negara dan Re­formasi Birokrasi (Ke­men­pan-RB) dan pengawasannya di bawah Ombudsman.

Menpan-RB saat itu mengeluarkan Per­men Nomor 3/2015 tentang road map  pengembangan SP4N. Meski demikian, kondisi seka­rang sudah berbeda. Komplain tentang pelayanan publik di Lapor! kini banyak yang ter­abai­kan dan tindak lanjutnya sudah tidak seintensif dulu saat di­awasi UKP4.

Harapan terhadap Lapor! se­bagai sebuah inisiatif se­be­narnya sangat tinggi saat awal dibentuk. Aplikasi online  ini da­pat menerima pengaduan ter­kait 100 lembaga pemerintah, 48 pemerintah daerah, 90 BUMN, dan 130 kedutaan besar (Nu­groho & Hikmat, 2017). Se­lain itu, perkembangan terbaru ter­kait aduan dapat diakses me­la­lui aplikasi mobile  dan Twitter.

Presiden Joko Widodo dan jaj­aran terkait seharusnya me­nyerukan kembali komitmen lembaga publik untuk me­nang­gapi aduan melalui aplikasi ini. Menurut hemat saya, seti­dak­nya ada dua alasan penting un­tuk itu.

Pertama, jika memang Pre­siden Jokowi dan peme­rin­ta­hannya berkomitmen ter­hadap keterbukaan informasi, trans­pa­ransi, dan akuntabilitas lem­baga publik, seharusnya me­reka juga memanfaatkan ICT untuk melayani aduan ma­sya­ra­kat. Sejauh ini ICT utamanya website dan media so­sial h­a­nya di­gu­na­kan se­batas men­­­di­se­mi­nasikan informasi mengenai pr­o­gram dan proyek peme­rin­tah, serta untuk me­nguasai opi­ni publik.

Profesor digital government dari Victoria University of Welling­­ton, Miliam Lips, me­nyatakan bahwa para ilmuwan terbagi dalam dua kubu saat me­ngamati perilaku pe­me­rintah dalam memanfaatkan ICT.

Ku­bu yang optimistis me­lihat ICT dapat meningkatkan trans­pa­ransi, aksesabilitas, interaksi pe­merintah dengan warganya, dan proses pengambilan kepu­tus­an yang melibatkan warga. Dengan demikian, akan ter­cip­ta hubungan yang lebih de­mo­kratis antara negara dan warga negaranya. Kubu yang pe­si­mis­tis percaya bahwa peme­rin­tah hanya menggunakan ICT se­ba­gai alat untuk melakukan pe­ker­jaan keseharian, tapi tidak menjadikannya alat untuk men­transformasi pemerintah. ICT, baik itu dalam bentuk web­site  pemerintah, aplikasi mobile, maupun akun media sosial ha­nya akan digunakan sebagai alat propaganda untuk meleng­ga­ng­kan kekuasaan dan bahkan me­ngontrol warga negara.

Pengaduan memang me­mung­kinkan untuk disam­pai­kan langsung dengan datang ke instansi terkait atau melalui te­lepon, tapi prosesnya memakan waktu, uang, dan tenaga. Belum lagi kalau sampai ke tempat pe­ngaduan ternyata begitu ba­nyak birokrasi yang harus di­tem­puh sehingga masyarakat harus mendatangi instansi ter­kait berulangkali. Pengaduan melalui media sosial sebe­nar­nya bisa menjadi alternatif yang lebih murah.

Sayangnya, peme­rin­tah hanya mendengarkan dan menangani aduan melalui media sosial jika aduan itu men­jadi viral  sehingga terbentuk opini publik yang mengancam reputasi. Pemerintah hanya mau mendengar keluhan di me­dia sosial jika terjadi krisis. Con­tohnya, kasus mengenai pajak bagi para penulis buku yang menjadi viral karena keluhan beberapa penulis kondang di halaman Facebook  mereka.

Pe­merintah, dalam hal ini Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak, akhirnya membuat forum khu­sus untuk berdiskusi dengan para pe­nulis. Tetapi, ka­lau Anda tidak sepopuler me­re­ka yang bisa membuat sebuah curhatan me­njadi viral, alih-alih ditang­gapi pemerin­tah, keluhan di­de­ngarkan saja belum tentu.

Pada aplikasi Lapor! siapa saja bisa mengadu selama dapat melampirkan bukti terkait adu­an. Pada era pemerintahan SBY ada jaminan aduan akan dit­e­ruskan dan ditindaklanjuti ins­tansi terkait. Bahkan, pada saat Lapor! masih berada di bawah koordinasi UKP4, instansi ter­kait akan dipanggil dalam rapat khusus jika laporan mereka tidak ditindaklanjuti aduan da­lam kurun waktu tertentu. Ar­tinya, tidak hanya saluran un­tuk aduan publik yang dise­dia­kan, namun ada komitmen pim­pinan dalam mengawal trans­paransi dan akuntabilitas lem­ba­ga publik. Dengan begitu, ICT dapat menjadi alat untuk men­transformasi pemerintah men­ja­di lebih baik.

Kedua, ICT memudahkan sia­pa saja untuk memproduksi dan mendiseminasikan infor­masi. Media sosial, sebagai salah satu bentuk media baru yang paling populer, adalah saluran komunikasi yang paling banyak digunakan oleh peme­rintah untuk berkomunikasi dengan warganya. Media sosial sejauh ini satu-satunya media yang memungkinkan terjadi komunikasi dua arah yang in­tensif antara pemerintah dan warganya.

Sayangnya, potensi interaksi inilah yang paling minim digunakan oleh peme­rint­ah. Media sosial lagi-lagi ha­nya digunakan untuk men­di­se­minasikan pesan yang sifatnya self-claimed. Memang benar, pe­merintahan yang sekarang menggunakan cara-cara baru, bahkan bahasa milenial dalam me­nyampaikan informasi. Tapi, jika dicermati, pesannya sama saja: kesuksesan pemerintah. Kalau dulu pemerintah meng­gu­nakan media massa untuk menunjukkan prestasi pe­me­rin­tahannya. Sekarang ben­tuknya bisa info grafis, video grafis, atau video blog.

Aplikasi Lapor!sangat rele­van untuk mengimbangi in­for­masi yang sifatnya satu arah dari pemerintah ke warganya men­jadi saluran komunikasi dua arah. Setidaknya, meski ben­tuk­nya sebatas aduan, war­ga bisa memberi tahu jika ada layanan yang tidak mem­uas­kan. Warga bisa memaksa me­reka men­de­ngarkan keluhan kita tanpa harus bersusah pa­yah mem­buat­nya menjadi viral. Ha­rapannya, agar pemerintah bisa mengoreksi jika ada pro­gram atau regulasi yang belum efektif dan merugikan masya­rakat.

Untuk dapat men­trans­formasi kinerja pemerintah, harus dimulai dengan me­ning­galkan pola-pola lama dalam berkomunikasi. Pola lama yang saya maksud adalah komu­ni­ka­si satu arah tanpa ada interaksi dengan warga, tanpa ada eva­luasi dari warga tentang la­yan­an yang mereka terima. ICT tidak cukup sebatas membuat diseminasi informasi pe­me­rintah yang tadinya buletin men­jadi website, sekadar mem­buat layanan yang tadinya of­fline  menjadi online, atau se­ka­dar membuka fitur komentar di akun media sosial. ICT juga harus digunakan untuk me­ne­rima dan menindaklanjuti adu­an serta aspirasi masyarakat. Syukur-syukur jika nanti as­pirasi tersebut dapat jadi pertimbangan dalam membuat program, aturan, dan kebijakan pe­merintah.

Karena itu, meng­in­ten­sif­kan kembali Lapor! adalah upa­ya awal. Selanjutnya adalah mem­bangun kembali ko­mit­men ratusan lembaga pu­blik yang terlibat di awal dan men­jaga komitmen agar siapa pun pemimpinnya, pemerintah akan selalu siap memperbaiki diri dan mendengarkan as­pirasi. 

 

Ika Karlina Idris
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina
Kandidat Doktor, Ohio University

https://nasional.sindonews.com/read/1282263/18/intensifkan-kembali-aplikasi-lapor-1518635265

About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: info@paramadina.ac.id
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�