Special Interview dengan Prof Firmanzah PhD: “Suku Bunga Lagi Turun, Kok Penyaluran Kredit Melambat”

Print

 

“Masyarakat Butuh Kepastian Arah Ekonomi dan Ketersediaan Lapangan Kerja”

Pada bulan November ini, rubrik Special Interview HaloMoney.co.id menghadirkan Prof Firmanzah Ph.D. Ekonom yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina ini berbicara seputar kondisi ekonomi Indonesia tahun ini yang masih akan terpengaruh oleh hasil pemilu presiden Amerika Serikat (AS), daya beli masyarakat yang masih rendah, hingga kredit perbankan yang masih lambat.

Isu-isu perbankan kini menjadi perhatian yang lebih besar bagi Firmanzah karena kini Firmanzah menjadi anggota komite manajemen risiko Bank CIMB Niaga. Dalam wawancara ini Firmanzah berharap pemerintah terus memberikan kepastian arah ekonomi akan terus membaik dan terus menyediakan lapangan kerja agar daya beli dan konsumsi masyarakat membaik.

Berikut wawancara Halomoney.co.id dengan mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan mantan staf khusus bidang ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di ruang rektor Universitas Paramadina, pekan lalu (17/11).

Sejauh mana efek terpilihnya Donald Trump bagi ekonomi Indonesia?

Pertama, kita harus hormati hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat. Kedua, memang hasilnya membuat surprise. Semuanya kaget. Semua memperkirakan Hillary Clinton yang menang. Ternyata hasilnya Donald Trump. Bagaimana dampaknya bagi ekonomi Indonesia? Dampaknya bisa dilihat sejauh mana Trump menjalankan janji-janji kampanyenya. Saya pribadi berharap janji-janji kampanye Donald Trump tidak semuanya akan  direalisasikan. Kalau semuanya direalisasikan maka goncangan tatanan perekonomian dunia akan terjadi.

Yang harus dilihat ialah janji mengenakan tambahan tarif impor dari China sebesar 45% dan Meksiko sebesar 30-an%. Minggu ini Beijing memberikan statement jika Amerika jadi mengenakan tarif tambahan impor itu, Beijing akan membalas. Produk-produk AS yang masuk ke China akan dikenakan tarif yang sama. Ini akan terjadi perang dagang (trade war).

Tidak menutup kemungkinan produk dari negara lain termasuk Indonesia akan dikenakan tarif tambahan impor. Padahal ekspor terbesar Indonesia sampai kuartal III 2016 itu masih ke Amerika Serikat. Jadi ini akan mempengaruhi ekspor kita. Perang dagang ini berisiko cukup besar yang bisa berdampak pada kinerja ekspor kita.

Kedua banyak kalangan melihat, jika janji kampanye Donald Trump dijalankan akan mendorong inflasi tinggi di AS dan mengerek suku bunga the Fed. Sebab Trump akan meningkatkan belanja pemerintah  sehingga defisit anggaran akan diperlebar.

Ekspekstasi inflasi yang akan naik ini membuat banyak investor menilai bank sentral AS akan segera menaikkan suku bunga guna meredam gejolak inflasi. Ini yang membuat investor global menarik dananya dari  negara berkembang termasuk Indonesia. Itu mengapa terjadi penjualan aset saham oleh investor asing di Bursa Efek dan Rupiah kita tertekan.

Secara de facto Trump sebagai presiden,  tapi secara de jure kan belum. Sekarang semua orang menunggu siapa saja mengisi pos-pos penting.

Selain itu, masih akan terjadi spekulasi-spekulasi. Misalnya isu pergantian Janet Yellen akan diganti oleh Donald Trump karena Jannet dianggap sangat mendukung kebijakan Partai Demokrat. Siapa yang akan menggantikan Janet? Ini juga menciptakan ketidakpastian sehingga muncul spekulasi lagi.

Sejauh ini dampak paling terasa sekarang masih di sektor keuangan?

Benar. Sampai kapan dan seberapa jauh dampaknya nanti, ini tergantung Donald Trump sendiri. Pertama tergantung pernyataan-pernyataannya, lalu siapa yang akan ditunjuk sebagai pemegang otoritas keuangan. Ini akan terlihat arah kebijakan ekonomi Trump. Siapa menteri luar negerinya, siapa penasehat ekonominya. Apakah ekonomi AS akan dibawa lebih proteksionism, domestik, atau tetap AS sebagai bagian tak terpisahkan dari struktur perekonomian dunia.

Apa kerugian paling terasa bagi masyarakat?

Dari sisi nilai tukar rupiah yang melemah. Ini bisa dirasakan masyarakat, pelaku usaha, dan bisa pemerintah. Dari sisi ekspor, pengusaha senang karena mendapat rupiah lebih banyak. Tapi ke depan, para eksportir harus mengantisipasi arah kebijakan Trump. Sekarang dampaknya bagi eksportir masih sebatas sentiment, kecuali nanti jika betul-betul diterapkan tarif tambahan ekspor, maka ekspor kita ke AS akan terpengaruh. Kemudian mereka harus mencari pasar ekspor yang baru. Kementerian Luar Negeri harus bikin kesepakatan baru dengan Washington, dan seterusnya. Mereka memulai babak baru paling tidak untuk empat tahun ke depan.

Basis dukungan Donald Trump ini berasal dari perusahaan-perusahaan di Amerika kawasan tengah. Di sana indusri batubara relatif tidak berkembang selama pemerintahan Obama sehingga banyak pengusaha batubara di AS berharap kepada Donald Trump agar eksploitasi batubara bisa hidup lagi.

Jangan-jangan pasar dunia akan dibanjiri oleh batubara dari AS  sehingga batubara dari Indonesia akan berkurang. Meskipun saat ini ekspor batubara RI lebih banyak ke China, dan India. Ini juga perlu diantisipasi.

Bagaimana dampak guncangan di pasar keuangan ke daya beli masyarakat?

Kalau dari sisi makro saya rasa masih aman. Cadangan devisa masih tinggi, nilai tukar rupiah bergejolak tapi BI masih punya amunisi yang cukup besar. Selain dari devisa juga dari kerjasama bilateral swap agreement dengan beberapa negara. Sampai saat ini ekonomi kita sekitar 54%-56% masih bersumber dari konsumsi domestik. Jadi daya beli masyarakat ini memang harus diperhatikan.

Apakah konsumsi domestik sekarang masih baik dan menopang ekonomi?

Indikator konsumsi domestic ini bisa dilihat dari sektor ril. Bergerak atau tidak, bisa dilihat pertumbuhan kredit perbankan. Masalahnya sekarang pertumbuhan kredit bank tidak bisa double digit seperti diharapkan oleh BI di kisaran 11%-13% pada tahun ini. Rasanya hanya sampai 7%-8%. Sekarang ini kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi sekarang mengalami pelambatan pertumbuhan. Ini yang perlu diwaspadai oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemerintah bahwa ada pelambatan dari sisi daya beli masyarakat dan  ada pelambatan ekspansi bisnis.

Sekarang ini kondisinya cukup ironis. Secara teoritis saat suku bunga turun, pertumbuhan kredit seharusnya naik. Tapi sekarang suku bunga turun, tapi pertumbuhan kredit juga turun. Ada persoalan di daya beli masyarakat kita.

Ini soal daya beli saja atau risiko usaha sekarang tinggi?

Saling berkaitan. Pengusaha sekarang mau ekspansi bisnis juga ngitung-ngitung. Kalau tidak ada kepastian jaminan pembelian atau demand yang memadai di masa depan, dia akan menangguhkan ekspansi bisnisnya. Berarti mereka sekarang berhenti dulu daripada mengalami kerugian.

Apa yang dilakukan bank saat ini?

Sekarang ini bank banyak menempatkan dananya ke surat berharga. Karena pengeluaran untuk kredit tidak seperti diharapkan, sementara ada biaya dana (cost of fund) yang harus dibayarkan kepada pemilik uang yang menaruh dananya di bank tersebut. Mau tidak mau uang tersebut harus diinvestasikan ke Surat Berharga Negara (SBN). Sebenarnya yang kita harapkan dananya disalurkan ke sektor riil melalui kredit, bukan ditaruh di surat berharga. Namun saat ini, itu yang paling aman. Apalagi sekarang non performing loan (NPL) meningkat, baik NPL perusahaan maupun NPL di tingkat UKM. Berarti persoalan kredit macet sekarang tidak hanya terjadi di perusahaan besar akibat harga komoditas dunia sedang jatuh seperti CPO, karet, minyak, batubara dan lain-lain.

NPL di UKM sekarang meningkat dalam jumlah yang sangat signifikan, berdasarkan data dari Bank Indonesia. Bahkan di beberapa provinsi, NPL UMKM sudah double digit. Justru ini terjadi ketika bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) diturunkan jadi single digit, tapi NPL kreditnya naik. Ini ada persoalan lain.

Apa penyebabnya?

Penyebabnya menurut saya akibat daya beli, tendensi konsumsi, tendensi bisnis yang turun. Daya belinya ada tapi masyarakat menahan diri untuk tidak terlalu banyak melakukan spending atau konsumsi. Mereka seperti masih butuh kepastian. Mereka melihat ekonomi enam bulan atau setahun ke depan masih belum pasti, jadi memperbesar cadangan sehingga lebih hati-hati.

Ini efek pencabutan subsidi atau kebijakan lainnya dari pemerintah?

Memang sedikit banyak ini masih ada dampak kebijakan pemerintah dari politik ke infrastruktur, dari tadinya dibebankan ke pemerintah sekarang dibebankan ke rumah tangga. Juga dilihat sektor informal kita, dari sensus Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari, sektor informal kita sekarang membesar, tapi investasi naik. Ini berarti investasi memang naik tapi tidak memadai sehingga sektor formal masih kecil. Akibatnya orang yang bekerja di sektor informal sekarang membesar. Mereka ini tidak tertampung di sektor formal. Kalau penganggurannya turun, mereka kini ditampung di sector informal.

Apa strategi bank sekarang saat tingkat konsumsi dan daya beli turun?

Pertama NPL harus diawasi. Harus dilihat persoalannya ada di mana. Apakah dari sisi penagihannya, krediturnya, atau apa. Kedua, melakukan efesiensi perbankan. Ketiga, digitalisasi perbankan untuk memperluas pasar. Ini harus menjadi perhatian.

Sekarang masyarakat memiliki alternatif selain bank yaitu financial technology (fintech). Ini juga skema untuk mendapatkan sumber pembiayaan alternatif. Sekarang digital economy juga semakin berkembang. Transaksi e-commerce semakin besar. Bisnis ritail sekarang semakin bergeser dari ritel fisik ke ritel digital. Transaksi penjualan juga melalui digital. Sekarang perbankan sudah harus mentransformasikan pelayanannya ke digital, menyesuaikan dengan tren digital economy.

Kelas menengah kita akan tumbuh cukup besar, dan ekosistem semakin baik, akses broadband internet semakin baik, dan banyak perusahaan yang melihat digital economy sebagai backbone bisnis proses mereka, bukan lagi sebagai alternatif. Bagaimana bank bisa berjalan seiringan dengan payment sistem. Semua ini bisa memperluas pasar dan jangkauan bank kepada masyarakat.

Sekarang ini para keluarga, harus melakukan apa untuk meningkatkan daya beli?

Memang sekarang ini terjadi sentiment public dan rumah tangga terkait dengan arah prospek ekonomi kita ke depan. Karena ini penting buat keluarga. Kita berani nyicil motor sekarang, bukan karena fungsi pendapatan kita sekarang aja. Tapi juga ekspektasi kita ke depan. Profit perusahaan akan membaik, sehingga bonus untuk karyawan akan cukup besar. Dan konsumen melihat ke arah sana juga. Ketika arah dan prospeknya masih belum jelas, tentu konsumsi dan investasi juga masih terbatas. Jadi harus dibuat agar perekonomian yang bergulir ini membuat konfiden masyarakat meningkat.

Bagaimana agar konfiden keuangan keluarga naik?

Pertama pemerintah harus bisa memastikan bahwa perekonomian kita dalam arah perbaikan ke depan. Kedua, lapangan kerja, jobs security harus bisa disediakan, tidak terjadi lay off, tidak terjadi kekurangan pekerjaan. Kemudian tren bisnis harus terus berkembang, dan regulasi harus terus diperbaiki. Keamanan dan ketertiban harus diberikan agar prospek bisnis membaik.

Pilkada Jakarta ini sudah mengganggu ekonomi?

Tidak. Pilkada ini justru menjadi pelumas bagi ekonomi.

Di luar masalah ekonomi dan bank, Firmanzah rupanya suka menggunakan kartu kredit untuk memanfaatkan cicilan 0%. Baginya, semakin banyak promosi cicilan 0% itu sangat bagus bagi konsumsen, termasuk dirinya. Meskipun begitu, Firmanzah memiliki pengalaman yang merepotkan dengan kartu kredit. Pengalaman seperti apa?

 

Bagaimana pengelolaan keuangan keluarga Anda?

Harus dikelola. Harus nabung hehe. Saya tidak ada target tahunan harus apa dan bagaimana. Hanya harus nabung aja. Investasi juga.

Berapa banyak investasinya?

Ada sampai 20% dari income.

Bagaimana pengalaman anda menggunakan kartu kredit?

Saya pasti punya pengalaman baik. Kartu kredit sangat membantu saya. Dengan mekanisme cicilan ringan, cicilan 0%. Semakin banyak cicilan 0% itu semakin baik buat konsumen.

Tapi kalau ditanya pengalaman buruk, saya juga punya. Saya pernah kecewa banget dengan proses penggantian data kartu kredit. Mungkin ini hampir terjadi di semua bank sehingga sangat merepotkan konsumen.

Saya pernah memilliki kartu kredit yang sudah expired dan harus diganti. Kemudian alamat pengiriman waktu saya mengisi adalah alamat di rumah. Waktu itu istri saya masih ada aktivitas sehingga siang rumah kosong. Saya bilang titip satpam saja suratnya, ternyata enggak bisa. Saya minta ke kantor, juga enggak bisa karena harus dikirim ke rumah. Jadi tidak ada solusi waktu itu. Akhirnya saya mau tutup. Itupun tidak bisa ditutup. Kenapa? Karena bayarnya kelebihan. Caranya harus dinolkan. Proses seperti ini yang sebaiknya dibuat lebih mudah sehingga tidak merepotkan konsumen. Akhirnya saya menunggu selama satu tahun sehingga ditutup sendiri oleh bank.

 

*)Prof Firmanzah Ph.D, Rektor Universitas Paramadina

sumber:

http://www.halomoney.co.id/blog/wawancara-khusus-dengan-firmanzah-phd-suku-bunga-lagi-turun-kok-penyaluran-kredit-melambat 

Joomla SEF URLs by Artio