Pakar Marketing Dunia Bicara Strategi Gaet Pasar Muda di Paramadina.

Print

[Jakarta 16 April 2010] Tidak biasanya sejumlah pakar komunikasi (PR dan marketing) dari dalam dan luar negeri berkumpul di ‘salon’.

Hari ini, puluhan ahli, para akademisi dan pengusaha muda dari berbagai sektor duduk bersama membahas tren baru di dunia saat ini dalam perhelatan bertema ‘Young Ideas Salon’ (Salon Ide Kaum Muda) di kampus pascasarjana Paramadina Graduate Schools, Gedung Energy, SCBD, Jakarta. (http://gradschool.paramadina.ac.id/)

 

Di situ mereka melakukan diskusi interaktif yang menyoroti pemuda sebagai pasar yang luar biasa besar di berbagai belahan bumi. Young Ideas Salon adalah sebuah event international yang bermula dari Mumbai, lalu keliling ke Kuala Lumpur dan sekarang di Jakarta,” kata Muhammad Faisal M.Psi, pendiri YouthLab Indonesia, penggagas Young Ideas Salon. “Nantinya, acara ini berlanjut  ke benua Afrika serta Eropa,” tambah Faisal.

Sebagai event kelas dunia, acara ini menghadirkan Graham Brown, pendiri dan direktur MobileYouth London (http://www.mobileyouth.org/. Graham Brown dikenal sebagai pembicara dan penulis psikologi komunikasi serta media. Bersama rekannya, Josh Dhaliwal, Brown yang penulis buku “Mobile Youth Report” (2001) ini telah mengembangkan Mobile Youth untuk membantu 250-an client di 60 negara, termasuk Vodafone, Nokia, Coca-Cola, McDonalds, Telenor, Orange, O-2, pemerintahan Inggris dan komisi Eropa.

Pembicara lain adalah Bernard Hor, pendiri Summer Sands Group, Kuala Lumpur, yang merupakan ahli dalam youth engagement di Malaysia dan Putut Widjanarko Ph.D, Direktur Paramadina Graduate School of Communication (http://gradschool.paramadina.ac.id/programs/school-of-communication.html)Juga ada James Wiryawan, staf pengajar PPM, dan pengarang ‘Viral Marketing’dan Muhammad Faisal sendiriSebagai panelis adalah Dicky, Imajinasi Foundation, dan Merlissa D (AIESEC) serta Chocky dari BEM UI.

Di dalam acara ‘Salon Ide Kaum Muda’ ini para pemateri berinteraksi langsung dengan panelis pemuda dan hadirin, bersama-sama menggali masukan dan wawasan mengenai budaya muda (youth culture) dan menemukan pemikiran yang orisinil untuk konteks ‘youth marketing’ di Indonesia. Acara juga dihadiri Direktur Utama PT Coca Cola Indonesia, Torsten Kuenzlen.

Pangsa pasar ‘kaum muda’ ini kian menarik belakangan ini, berkat perkembangan teknologi komunikasi yang demikian cepat. Sehingga muncullah paradigma baru, Youth Marketing, yang antara lain menekankan pendekatan bahwa semua konsumen adalah ‘brand manager’ Anda. Dengan kata lain, perusahaan mesti bisa menjadikan para konsumen -- ya, mereka yang sudah menjadi pembeli, client, pengguna dan pelanggan produk atau jasa perusahaan -- sebagai manager bagi ‘brand’ itu sendiri.

Alhasil, kaum muda-mudi itu bukan saja menjadi harapan bangsa, tapi juga, dari kaca mata marketing dan PR, mereka adalah harapan penjual. Pergaulan mereka yang amat lekat dengan social media menjadikan kelompok ini kian menarik untuk digarap sebagai duta perusahaan atau brand manager yang bisa meningkatkan citra dan profit perusahaan secara sangkil (efisien) dan mangkus(efektif).

Deputi Rektor bidang Kerjasama, Pengembangan Bisnis dan Kemahasiswaan Universitas Paramadina, Ir.Wijayanto MPPberpendapat bahwa bagi Indonesia sendiri, ini juga jadi soal penting, khususnya mengingat besarnya pasar kaum muda di Indonesia yang saat ini ada sekitar 80 juta jiwa. Yang dimaksud Wijayanto itu adalah penduduk Indonesia yang berusia antara 14-35 tahun. Menurut Faisal, kaum muda Indonesia itu rata-rata aktif di tiga macam social media (Friendster, Facebook, dan Twitter). “Di dalam social media tersebut mereka memiliki ratusan teman. Ketika mereka menyukai sesuatu, mereka akan berbagi (men-share) hal tersebut dengan ratusan temannya, di kesempatan lain apabila mereka membenci sesuatu mereka juga akan berbagai (share) hal tersebut,” kata Faisal.

Itu sebabnya Faisal berpendapat bahwa Youth Marketing adalah sebuah konsep yang teramat penting dalam dunia PR dan marketing di Indonesia saat ini. “Pemuda tidak hanya berperan sebagai konsumen pasif, akan tetapi juga amplifier bagi ‘brand’ dan korporasi. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa generasi Y (lahir pada tahun 90an) memiliki budaya (culture) dan kebiasaan (habit) yang berbeda. Mereka telah mengalami pergeseran dari penonton televise (tv consumer) ke konsumen Internet (online media consumer). “Mereka lebih kritis dalam melihat sebuah produk, dan memiliki kemampuan untuk mengubah trend pasar. Oleh karena itu, pendekatan klasik seperti event olahraga maupun iklan televisi sudah tidak begitu ampuh untuk menaklukan kaum muda,” tambah Faisal.

 

 

###

Joomla SEF URLs by Artio