Madrasah Rohaniah

Print

Oleh: Aan Rukmana*

Kita dilahirkan di atas muka bumi ini dengan suatu tujuan khusus, yaitu menyembah Allah SWT sebagai Zat yang menciptakan kita semua. Meski tujuan hidup kita sangat jelas, akan tetapi tidak jarang kita lalai dan lupa akan tujuan asal penciptaan kita.

Seperti seseorang yang hendak berpergian ke suatu daerah, akan tetapi di dalam perjalanan ia berhenti untuk beristirahat sejenak sambil menikmati makanan yang dibawanya. Di dalam perjalanan, ia berjumpa dengan para musafir lain yang juga memiliki tujuan yang sama. Mereka saling berkenalan dan terus berbagi cerita sampai-sampai mereka lupa akan tujuan awal perjalanan.

Di sinilah persoalan muncul. Niat awal menuju tempat tujuan terhalang oleh “godaan-godaan” yang muncul dalam tempat peristirahatan (rest area). Terkadang mereka ingat akan tujuan awalnya melakukan perjalanan akan tetapi secepat itu pula mereka melupakannya. Inilah barangkali gambaran kehidupan kita di atas muka bumi ini.

Kita semua adalah musafir yang sedang melakukan perjalanan menuju Sang Rabb yang menciptakan kita dari tiada menjadi ada. Untuk menuju kepada haribaan-Nya, kita diturunkan sementara di atas muka bumi ini. Akan tetapi keindahan semu dunia dan segala isinya tidak jarang menggoda diri kita, sehingga kita lupa tujuan awal penciptaan kita sendiri. Berbagai krisis hidup bermula dari kondisi “lupa” ini. Kita pun menjadi kehilangan orientasi hidup, kehilangan arah serta terlalu melekat dengan berbagai hal yang bersifat material.

Sebagai tujuan utama seluruh perjalanan makhluk, Allah sudah mengirimkan berbagai buku pedoman (kitab suci) untuk dijadikan acuan manusia dalam melakukan perjalanan. Di samping itu, Allah juga menyelenggarakan berbagai madrasah rohaniah yang bisa manusia ikuti agar kembali ingat akan hakikat dirinya.

Di dalam satu hari, Allah menyekolahkan kita semua untuk melaksanakan ibadah salat lima waktu agar kita selalu ingat kepada-Nya. Di dalam satu minggu, Allah menyekolahkan kita dengan cara menunaikan ibadah salat Jumat berjemaah dan di dalam satu tahun Allah menyekolahkan kita secara massal selama satu bulan penuh di bulan suci Ramadan.

Hasil akhir dari semua madrasah tersebut adalah manusia dapat lulus dengan predikat tertinggi, yaitu takwa. Predikat inilah yang kelak akan menjadi sebaik-baiknya bekal perjalanan menuju Allah (fatajawwadû fa inna khayr al-jâd al-taqwâ).

Beruntunglah bagi kita semua yang saat ini dapat bersekolah di bulan suci Ramadan karena tidak semua orang Islam dapat kesempatan yang sama. Banyak yang berhalangan untuk memasuki madrasah rohaniah tahun ini, baik karena sakit, pekerjaan yang berat atau bisa jadi juga karena sifat diri yang malas. Untuk itu, mari kita maksimalkan bulan ini untuk mengasah diri kita akan lulus menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa.

Terdapat tiga cara yang dapat ditempuh agar pelaksanaan puasa tahun ini jauh lebih berkualitas daripada tahun-tahun sebelumnya. Langkah pertama, kita bisa memulai puasa dengan cara mengosongkan diri kita dari keterikatan apa pun. Inilah tahapan tahalli yang merupakan pintu masuk madrasah rohaniah. Di dalam tahapan ini, kita belajar untuk melepaskan diri kita dari ikatan duniawi. Hati yang kita miliki benar-benar kita kosongkan, karena hanya hati yang memang kosonglah yang dapat diisi oleh nilai-nilai ilahiah.

Selama ini kita sering kali dengan mudah mengikatkan hati kita dengan hal-hal yang sementara seperti terikat dengan jabatan, popularitas, uang yang melimpah dan lain sebagainya. Sering kali berbagai ikatan tersebut menjadikan kita lupa dan tidak peka akan kehadiran Allah SWT. Tidak heran jika kemudian hidup kita penuh penderitaan batin yang semakin hari semakin sakit. Melalui tahapan tahalli inilah hati kita dikosongkan kembali agar cahaya Ilahi dapat mengisinya.

Tahapan kedua yang kita masuki setelah melewati tahap pengosongan, yaitu tahap pengisian yang dikenal dengan istilah takhalli. Pada fase ini, kita mulai membiasakan hati diisi hanya oleh hal-hal yang baik saja. Momen puasa membantu kita untuk dapat memilih makanan-makanan apa saja yang cocok untuk konsumsi batin kita. Kita dianjurkan untuk tadarus Alquran, iktikaf di masjid, melakukan qiyam al-layl di saat yang lain sedang terlelap tidur.

Di samping itu, kita juga belajar untuk menghidupkan nilai-nilai positif dalam hati seperti kesabaran, syukur, cinta, dan lain sebagainya. Pada awal pengisian pasti terasa berat, akan tetapi akan mudah bagi kita yang sudah mengosongkan batin kita sebelumnya karena memang hanya yang kosonglah yang dapat diisi.

Tahapan ketiga, yaitu tahapan tajallî, di mana manifestasi ilahiah sudah tampak dalam sikap batin kita. Meski dari fisik kita tidak berubah, akan tetapi kita sudah menjadi pribadi baru yang memiliki ikatan spiritual yang kuat dengan Allah SWT. Dalam fase ini, kita akan menjadi sosok yang jauh lebih mengedepankan maaf daripada balas dendam. Hati kita dipenuhi oleh rahmân dan rahîm dari Allah SWT.

Tidak ada sedikit pun kebencian terhadap makhluk Allah apa pun latar belakang mereka. Sosok yang tercerahkan ini lebih mengedepankan dialog dan musyawarah. Ia tidak pernah melihat perbedaan sebagai pembedaan, justru sebagai hal yang akan memperkaya batinnya. Perjumpaan dengan penganut agama lain menjadi hal yang dinanti. Sebagai sesama musafir, ia akan berbagi informasi terkait tujuan akhir hidup mereka, meski berasal dari jalan yang berbeda.

Sosok yang tercerahkan inilah pribadi yang layak mendapatkan kemenangan malam lailatulkadar, sehingga ketika Idulfitri datang merekalah yang paling pantas mengucapkan minal aidin wal faizin, ungkapan kemenangan yang memang cocok bagi yang lulus madrasah rohaniah di bulan Ramadan. Semoga kita semua dapat lulus dengan predikat tertinggi, amin. 

*Dosen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina

 

sumber:

https://www.beritasatu.com/jalan-pulang/554064/madrasah-rohaniah 

Joomla SEF URLs by Artio