Pidato Kebudayaan Dr. Budhy Munawar-Rachman "Cak Nur: Setelah Islam Inklusif, Apa?"

Print

Dalam rangka Dies Natalis ke-24 Universitas Paramadina, Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina menyelenggarakan Pidato Kebudayaan bertajuk "Cak Nur: Setelah Islam Inklusif, Apa?" yang disampaikan oleh Dr. Budhy Munawar-Rachman pada Rabu, 26 Januari 2022 pukul 16.00 - 17.30 WIB.

Acara yang dihadiri oleh 160 peserta secara daring ini dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini. Dalam sambutannya ia menyatakan bahwa sosok dan pemikiran Nurcholish Madjid (Cak Nur) menyimpan khazanah keislaman yang kaya. "Gagasan Cak Nur mengenai Islam inklusif tidak boleh berhenti dan harus terus dikembangkan."

Tia Rahmania, M.Psi., Psikolog, Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina menyambut dengan baik kegiatan ini. Ia menyampaikan harapan agar dengan adanya pidato kebudayaan ini semakin terbuka wajah Islam yang ramah dalam kehidupan beragama di Indonesia. Ia menambahkan, "Puncak peradaban Islam ditandai dengan adanya sikap inklusif para pemeluknya. Apakah sikap ini masih dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat dan banyaknya nilai-nilai yang berlaku di dalamnya?"

Membuka pidato kebudayaannya, Dr. Budhy Munawar-Rachman menjelaskan mengenai gagasan Islam Inklusif Nurcholish Madjid. "Islam inklusif adalah trade mark Cak Nur yang dikembangkan sejak tahun 1990-an," katanya. "Gagasan ini muncul karena Cak Nur melihat adanya tantangan yang konkrit dalam kehidupan umat beragama di Indonesia yang mempunyai kecenderungan konservatif-tradisional." Terkait latar belakang pemikiran Islam Inklusif Budhy Munawar-Rachman menambahkan, "Bahkan saat ini tengah berkembang fundamentalisme di tengah-tengah konservatisme beragama ini. Gejala ini memicu timbulnya intoleransi dan benih-benih kekerasan dalam bergama. Dengan Islam inklusif Cak Nur berharap keberagamaan yang konservatif tersebut menjadi inklusif dan progresif".

Islam inklusif mengakui adanya kesetaraan iman dan merupakan titik temu bagi agama-agama. Budhy Munawar Rachman menyebutkan ada enam tema dalam Islam inklusif, yaitu (1) adanya keterbukaan, sikap saling menghargai, dan toleransi, (2) adanya paham keselamatan bagi semua agama apabila dijalankan secara otentik, (3) adanya konsep ahl al-kitab, (4) kebebasan beragama, (5) pengakuan atas Hak Asasi Manusia, dan (6) perdamaian.

Namun, dalam pidatonya Budhy Munawar Rachman memberikan tiga kritik adanya ruang kosong dalam pemikiran Cak Nur. Yang pertama, pandangan Islam inklusif Cak Nur hanya menyentuh tataran normatif saja, dan sebaliknya, tidak cukup menggambarkan kegagalan umat Islam dalam memenuhi panggilan Islam inklusif secara historis. Seharusnya umat Islam mampu melihat sejarah kegagalan inklusifisme dalam kehidupan beragama.

Kedua, Cak Nur tidak menggali sisi-sisi titik temu agama-agama dari sudut pandang agama lain. "Sebab Cak Nur terlalu berorientasi pada Islam. Kurang adanya dialog antar agama yang dilakukan melalui studi agama-agama".

Ketiga, menurut Budhy Munawar Rachman, Cak Nur tidak pernah menggali secara lebih mendalam mengenai pluralisme kewargaan (civic pluralism). Padahal dengan adanya gagasan mengenai pluralisme teologi akan berimplikasi pada lahirnya pluralisme sosial.

Menurut Budhy, tantangan selanjutnya yang perlu dikembangkan setelah gagasan Islam inklusif Nurcholish Madjid adalah Pertama, menciptakan dialog pemikiran antar agama yang dapat mengembangkan sikap terbuka dalam menerima gagasan dari teologi atau agama.

Selanjutnya, “inklusifisme-pluralisme Cak Nur perlu dikembangkan menjadi paham yang menciptakan integritas terbuka” kata Budhy.

“Dan yang terakhir perlu ada praksis yang nyata atas inklusi-pluralisme teologi sehingga mendorong adanya inklusi-pluralisme kewargaan (civic pluralism). Hal tersebut sangat penting dalam mengembangkan keislaman yang kompatibel dengan keindonesiaan.” Pungkasnya.

Joomla SEF URLs by Artio