Temu Konsorsium Politik Luar Negeri Indonesia: Keterlibatan Indonesia di ASEAN perlu dipertahankan meski ada peran baru di G20

[Jakarta, 30 September 2009] Indonesia sebaiknya tidak meninggalkan ASEAN dan tetap mempertahankan peran kunci di dalam lembaga ini meskipun saat ini Indonesia masuk dalam lembaga G-20 yang peranannya dinobatkan sebagai lembaga pengganti G-8 di bidang ekonomi. Hal ini ditegaskan sebagai kesepakatan bersama para peserta Konsorsium Politik Luar Negeri Indonesia dalam diskusi 30 September 2009 di Kampus Paramadina Graduate Schools, Jakarta.

Di antara peserta diakui ada skeptisisme dan pesismisme akan masa depan ASEAN sebagai lembaga yang efisien menjembatani kebutuhan sosial politik dan ekonomi negara-negara anggotanya. Prinsip non-interference dalam ASEAN adalah ganjalan utamanya. Namun terungkap dalam diskusi bahwa setidaknya 3 negara lain (Malaysia, Thailand, Filipina) masih menganggap ASEAN sebagai cornerstone kegiatan politik luar negeri mereka dan bahwa negara-negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam) sebenarnya antusias menggunakan ASEAN sebagai benteng yang melindungi kepentingan ekonomi mereka dari negara-negara non-ASEAN. Menurut pihak Departemen Luar Negeri yang terlibat pula dalam Konsorsium ini, kepemimpinan Indonesia diharapkan dapat meyakinkan semua pihak bahwa ASEAN harus tetap menjadi driving force dalam arsitektur regional yang sedang atau akan terbentuk karena hanya Indonesia yang mampu dan dapat diterima semua pihak di kawasan ini. 

Pandangan ini diperkuat oleh pemaparan Dinna Wisnu, dekan Paramadina Graduate School of Diplomacy, bahwa sebenarnya dari segi pembangunan ekonomi dan strategi pertumbuhannya, Indonesia belum optimal memanfaatkan pasar ASEAN serta modal tenaga kerja, kekayaan alam dan posisi geostrategis negeri ini. Jadi jika Indonesia memanfaatkan hubungan baik dengan negara-negara ASEAN secara optimal, peranan di tingkat global seperti di G20 juga akan lebih kuat. 

Dinna mencatat bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif paska krisis global 2009 sementara Malaysia, Singapura dan Thailand mengalami pertumbuhan yang minus, rata-rata pertumbuhan ekonomi kita sudah kalah pesat dibandingkan Vietnam, Laos dan Kamboja, negara-negara yang sebenarnya baru mulai berkembang di tahun 2000an. Salah satu sebabnya adalah Indonesia belum secara optimal memanfaatkan pemasaran produk barangnya ke negara-negara ASEAN. Dari segi ekspor intra ASEAN, Indonesia kalah dengan Malaysia, Singapura ataupun Thailand yang persentase ekspornya ke ASEAN berkisar 22-42 persen dari total perdagangan per tahun. Persentase ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN hanya 19.8% (data 2008, ASEAN Merchandise Trade Statistics Database). Padahal dari sisi impor, Indonesia mengimpor jumlah barang yang hampir sama dengan Malaysia dan Singapura. Artinya, sementara negara-negara ASEAN memanfaatkan pasar ASEAN, Indonesia justru belum optimal menggunakannya. 

Dinna juga mencatat bahwa Indonesia perlu memanfaatkan pasar yg terbentuk dari datangnya para turis ke tanah air. Jumlah turis yang datang dari ASEAN ke negeri ini masih kalah jauh dibandingkan yang datang ke Malaysia, Singapura ataupun Thailand. Sementara Malaysia mendatangkan 22 juta pertahun, Singapura 10 juta, Thailand 14 juta, Indonesia hanya kedatangan 6 jutaan turis. 

Prof. Banyu Perwita dari Universitas Parahyangan menambahkan bahwa dengan mengedepankan inisiatif promosi demokrasi dan hak asasi manusia melalui cara-cara yang soft di ASEAN, seperti penyelenggaraan Bali Democracy Forum dan Institute for Peace and Democracy, sebenarnya Indonesia secara konkrit mempraktekkan soft diplomacy yang membuat Indonesia lebih bisa diterima banyak pihak. Lebih lanjut Lina Alexandra, peneliti di CSIS Jakarta, menegaskan bahwa keberhasilan di ASEAN sebenarnya akan mendukung diplomasi Indonesia di tingkat global, dan kunci semua ini ada di RI 1, alias Presiden RI. 

Konsorsium Politik Luar Negeri Indonesia adalah paguyuban para pecinta dan pemerhati politik luar negeri dan diplomasi dari berbagai universitas, lembaga penelitian, media, LSM dan lembaga pemerintah (pengajar, mahasiswa, praktisi) yang secara rutin berkumpul satu bulan sekali di Kampus Paramadina Graduate Schools, Gedung Energy lantai 22, SCBD Jakarta Pusat. Konsorsium ini hadir untuk menjembatani kebutuhan diskursus yang mendalam dan eksploratif tentang isu-isu global yang menyangkut kepentingan Republik Indonesia. Forum ini terbuka untuk publik dan bersifat non-partisan. Konsorsium ini dimotori oleh Paramadina Graduate School of Diplomacy, sekolah Diplomasi pertama di Indonesia. 

Contact Person: 

1. Syafiq Basri (Direktur Humas & Pemasaran Universitas Paramadina), 0811 821 036; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

2. Dinna Wisnu, Ph.D
Dekan Paramadina Graduate School of Diplomacy
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
0815-871-0075


About us

Universitas Paramadina berdiri pada 10 Januari 1998, mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia.

Latest Posts

Hubungi Kami

Kampus Jakarta
Universitas Paramadina
Jl. Gatot Subroto Kav. 97
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
T. +62-21-7918-1188
T. 0815-918-1190

E-mail: info@paramadina.ac.id
http://www.paramadina.ac.id 

Kampus Cipayung
Jl. Raya Mabes Hankam Kav 9, 
Setu, Cipayung, Jakarta Timur 13880�
T. 0815-818-1186


Kampus Cikarang

District 2, Meikarta,
Cikarang
T. 0815-918-1192�