Jakarta, 11 Februari 2015. Korupsi selalu ada dengan bentuk yang berubah-ubah di setiap waktu dan tempat. Upaya memerangi korupsi harus mengantisipasi berubahan bentuk yang terjadi sebagai penyesuaian terhadap konteks waktu dan tempat. Hubungan antar lembaga berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi, demikian pula dengan hubungan kerjasama antar negara.
Melihat dinamika hubungan KPK dengan POLRI hari ini Tony Kwok memandang optimis dan menyatakan bahwa krisis seperti ini akan menjadi titik balik seperti yang pernah terjadi di Hong Kong pada tahun 1977. Bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia merupakan negara yang luas dan juga berdemokrasi, sehingga menjadi dapat menjadi laboratorium pemberantasan korupsi. Bila suatu model pemberantasan korupsi berhasil dilakukan di Indonesia artinya model yang sama pasti bisa dimanfaatkan di negara lain.
Pada public lecture "Combating Corruption across Boundaries of Time and Regions" yang diselenggarakan di Paramadina Graduate School ini, dipaparkan bahwa ICAC (Independent Commission against Corruption) Hong Kong menangani korupsi di pemerintahan, bisnis korupsi besar maupun korupsi kecil (petty corruption) tanpa toleransi (zero tolerance) dengan 0,12% dari budget pemerintah. Anggaran tersebut dapat dikatakan sangat kecil apabila dibandingkan dengan anggaran untuk keamanan dan militer. Tony merekomendasikan adanya check and balance secara berkala untuk lembaga-lembaga penegak hukum untuk menghindari pengalah gunaan kekuasaan, yang merupakan salah satu faktor penyebab korupsi terjadi.
Pada kesempatan yang sama Djayadi Hanan Ph.D memaparkan data opini publik tentang tiga (3) hal masalah terpenting di Indonesia, yaitu menciptakan lapangan kerja, mengendalikan harga sembako dan memerangi korupsi. Pada data yang diambil secara berkala sepanjang tahun lalu hingga awal tahun ini menunjukan upaya memerangi korupsi dianggap paling tidak penting dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja dan pengendalian harga sembako. Terkait dengan integritas, yang merupakan dasar dari pemberantasan korupsi, Djayadi juga mengemukakan data bahwa lebih daripada 30% responden Indonesia mengaku setuju dengan pembelian suara dalam pemilu. Responden yang menyetujui pembelian suara dalam pemilu adalah yang berpendidikan rendah. Pada pemilihan umum di Indonesia, 45% pemilih adalah berpendidikan rendah. Dengan demikian upaya menjadi bangsa yang berintegritas dan anti korupsi masih menjadi tantangan bagi bangsa kita. Perlawanan terhadap korupsi tidak dapat dilakukan hanya oleh satu atau beberapa lembaga saja melainkan harus dilakukan bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pada akhir public lecture ini, Malik Gismar, PhD kembali mengingatkan tentang pesan Tony bahwa yang harus dilakukan adalah membuat orang tidak ingin korupsi, membuat orang ingin korupsi tidak dapat melakukannya, dan membuat orang yang dapat melakukan korupsi tidak berani melakukannya.
